Minggu, 17 Juni 2012 0 komentar

KONFLIK KEPENTINGAN DAN BUDAYA POPULER


M A K A L A H
KONFLIK KEPENTINGAN DAN BUDAYA POPULER

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas
mata kuliah Etika Berkomunikasi

Dosen : Komarudin, Drs., M.Pd.







 






Oleh :
HARDIANTO PRAMEDIKA
111050041

                                                                                             














UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG DJATI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
CIREBON
2012


KATA PENGANTAR
               Puji syukur penulis penjatkan kehadirat Alloh SWT, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “Konflik Kepentingan dan Budaya Populer “.
               Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Etika Berkomunikasi.
               Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
               Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penulisan makalah ini, khususnya kepada :
  1. Bapak Komarudin Drs., M.Pd. dosen mata kuliah Etika Berkomunikasi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Swadaya Gunung Djati,yang telah memberikan dan menyampaikan materi-materinya kepada penulis hingga tersusunnya makalah ini.
  2. Kedua orang tua penulis yang telah memberiakan dukungan moral maupun materi kepada penulis hingga penulisan makalah ini tersusun
  3. Rekan-rekan seperjuangan yang telah memberikan dukungan kepada penulis
  4. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini baik langsung maupun tidak langsung hingga penyusunan makalah ini tersusun.
               Akhirnya penulis berharap semoga Allah memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah, Amiin Yaa Robbal ‘Alamiin.

                                                                                      Cirebon, 14 April 2012

                                                                                       Hardianto Pramedika

DAFTAR ISI


  1. KATA PENGANTAR ...............................................................      i
  2. DAFTAR ISI .............................................................................      ii

  1. BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar belakang masalah ........................................................      1
1.2.masalah..................................................................................      2
1.3.tujuan masalah ......................................................................      2

  1. BAB II PEMBAHASAN
2.1.       Pengertian Konflik.............................................................      3
2.2.       Jenis-jenis Konflik..............................................................      4
2.3.       Pengertian konflik kepentingan .........................................      6
2.4.   Sumber Konflik Kepentingan............................................      8
2.5.   Pendekatan terhadap Konflik Kepentingan.......................      10
2.6.   Definisi Budaya Populer ....................................................      11

  1. BAB III PENUTUP
3.1. KESIMPULAN ..................................................................      13
3.2. SARAN-SARAN ...............................................................      13
6. DAFTAR PUSTAKA ..................................................................      iii












BAB I
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang Masalah
Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
Ulasan mengenai seluk beluk budaya populer pada setiap zaman demikian luas cakupannya, sehingga tak memungkinkan kita untuk membahasnya satu persatu dalam karangan sederhana ini. Meskipun ada keterbatasan tertentu, namun setidaknya kita sudah mengupas apa yang menjadi inti permasalahan pada budaya zaman, yaitu kebiasaan dan gaya hidup yang cenderung disebarkan secara meluas dalam kemasan trend "populer" agar mudah diterima oleh khalayak massa, sekalipun di dalamnya terkandung esensi dan tendensi dosa. Kondisi seperti ini memang tak bila dipungkiri lagi karena baik para pelaku, agen pembuat maupun penikmat budaya itu sendiri adalah insan manusia yang berdosa. Jelaslah bahwa nilai-nilai universal dalam setiap aspek budaya dalam kehidupan manusia tidak pernah luput dan bebas dari kecemaran dosa. Namun hal ini tak berarti bahwa kita sebagai makhluk berbudaya tak bisa mengantisipasi, menanggulangi, dan sekaligus memperbaiki dampak-dampak budaya. Apalagi, segenap orang telah diberi kepercayaan oleh Allah untuk berfungsi sebagai terang dan garam dunia. Kita pasti bisa membaharui budaya zaman berdasarkan kehendak, semangat dan kuasa pembaruan yang dinamis.
Dalam beberapa uraian di atas penulis sedikit banyaknya akan membahas mengenai beberapa contoh konflik kepentingan yang terjadi di kalangan individu maupun kelompok yang sering kita liat bahkan kita alami.
Selain membahas mengenai konflik yang terjadi penulis juga akan membahas mengenai definisi budaya populer yang terjadi di kalangan anak-anak maupun di kalangan dewasa yang sangat berpengaruh terhapap perubahan seseorang.

1.2.   Rumusan Masalah
Dalam pembuatan makalah ini dapat penulis rumuskan sebagai berikut:
1.      Apa pengertian dari konflik itu sendiri ?
2.      apa saja jenis-jenis konflik ?
3.      Apa pengertian dari konflik kepentingan itu sendiri ?
4.      Apa saja yang menjadi sumber konflik kepentingan ?
5.      Bagai manakahpendekatan terhadap konflik kepentingan ?
6.      Apa yang dimaksud dengan budaya populer ?


1.3.   Tujuan Masalah
Ada pun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui Apa pengertian dari konflik itu sendiri.
2.      Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis konflik.
3.      Untuk mengetahui Apa pengertian dari konflik kepentingan itu sendiri.
4.      Untuk mengetahui Apa saja yang menjadi sumber konflik kepentingan.
5.      Untuk mengetahui Bagai manakahpendekatan terhadap konflik kepentingan.
6.      Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan budaya populer.








BAB II
PEMBAHASAN

KONFLIK KEPENTINGAN DAN BUDAYA POPULAR
A. Konflik Kepentingan
Novel Ali [dalam harian Suara Merdeka, 7 Januari 2007] mengatakan bahwa komunikasi itu kepentingan. Tiap orang yang berkomunikasi, punya kepentingan. Karena komunikasi identik dengan kepentingan, atau karena setiap sistem dan proses komunikasi mengisyaratkan kepentingan, maka (di balik) komunikasi cenderung selalu terbuka konflik kepentingan.
Tidak sedikit pakar yang berkeyakinan terdapatnya ''ideologi'' sebagai landasan komunikasi. ''Ideologi'' komunikasi punya bermacam performance, baik kemudian yang disebut kebenaran, kejujuran, keadilan, keaslian, obyektivitas, faktual, dan aktual, maupun yang dikenal sebagai kebohongan, kemunafikan, ketidakadilan, kepalsuan, subyektivitas, serta fakta semu.
Performance ''ideologi'' komunikasi diuraikan terdahulu, mendorong pakar komunikasi memiliki sikap yang mendua dalam mengkaji proses komunikasi. Artinya, jika terjadi konflik kepentingan sebagai akibat berlangsungnya proses komunikasi tertentu, pakar komunikasi umumnya akan memandang fenomena itu sebagai sesuatu yang biasa terjadi.
Khususnya di tengah plus-minus setiap simbol atau di tengah ''perang'' simbolik dalam kemasan obyektivitas pihak tertentu, berhadapan dengan kemasan subyektivitas pihak lain.
Sekalipun demikian, pakar komunikasi biasanya akan memberi rambu pemahaman atas konflik kepentingan dalam setiap proses komunikasi

1. Pengertian Konflik
Robbins (1996) dalam "Organization Behavior" menjelaskan bahwa konflik adalah suatu proses interaksi yang terjadi akibat adanya ketidaksesuaian antara dua pendapat (sudut pandang) yang berpengaruh atas pihak-pihak yang terlibat baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif.
Sedang menurut Luthans (1981) konflik adalah kondisi yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan yang saling bertentengan. Kekuatan-kekuatan ini bersumber pada keinginan manusia. Istilah konflik sendiri diterjemahkan dalam beberapa istilah yaitu perbedaan pendapat, persaingan dan permusuhan.
Perbedaan pendapat tidak selalu berarti perbedaan keinginan. Oleh karena konflik bersumber pada keinginan, maka perbedaan pendapat tidak selalu berarti konflik.  Persaingan sangat erat hubungannya denga konflik karena dalam persaingan beberapa pihak menginginkan hal yang sama tetapi hanya satu yang mungkin mendapatkannya. Persaingan tidak sama dengan konflik namun mudah menjurus ke aarah konflik, terutuma bila ada persaingan yang menggunakan cara-cara yang bertentengan dengan aturan yang disepakati. Permusuhan bukanlah konflik karena orang yang terlibat konflik bisa saja tidak memiliki rasa permusuhan. Sebaliknya orang yang saling bermusuhan bisa saja tidak berada dalam keadaan konflik.  Konflik sendiri tidak selalu harus dihindari karena tidak selalu negatif akibatnya.  Berbagai konflik yang ringan dan dapat dikendalikan (dikenal dan ditanggulangi) dapat berakibat positif bagi mereka yang terlibat maupun bagi organisasi.

2. Jenis-jenis Konflik
Menurut James A.F. Stoner dan Charles Wankel dikenal ada lima jenis konflik yaitu konflik intrapersonal, konflik interpersonal, konflik antar individu dan kelompok, konflik antar kelompok dan konflik antar organisasi.
a. Konflik Intrapersonal
Konflik intrapersonal adalah konflikseseorang dengan dirinya sendiri. Konflik terjadi bila pada waktu yang sama seseorang memiliki dua keinginan yang tidak mungkin dipenuhi sekaligus.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam diri seseorang itu biasanya terdapat hal-hal sebagai berikut:
1.      Sejumlah kebutuhan-kebutuhan dan peranan-peranan yang bersaing
2.      Beraneka macam cara yang berbeda yang mendorong peranan-peranan dan kebutuhan-kebutuhan itu terlahirkan.
3.      Banyaknya bentuk halangan-halangan yang bisa terjadi di antara dorongan dan tujuan.
4.      Terdapatnya baik aspek yang positif maupun negatif yang menghalangi tujuan-tujuan yang diinginkan.
Hal-hal di atas dalam proses adaptasi seseorang terhadap lingkungannya acapkali menimbulkan konflik. Kalau konflik dibiarkan maka akan menimbulkan keadaan yang tidak menyenangkan.

Ada tiga macam bentuk konflik intrapersonal yaitu :
1.      Konflik pendekatan-pendekatan, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama-sama menarik.
2.      Konflik pendekatan - penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada dua pilihan yang sama menyulitkan.
3.      Konflik penghindaran-penghindaran, contohnya orang yang dihadapkan pada satu hal yang mempunyai nilai positif dan negatif sekaligus.

b. Konflik Interpersonal
Konflik Interpersonal adalah pertentangan antar seseorang dengan orang lain karena pertentengan kepentingan atau keinginan. Hal ini sering terjadi antara dua orang yang berbeda status, jabatan, bidang kerja dan lain-lain.
Konflik interpersonal ini merupakan suatu dinamika yang amat penting dalam perilaku organisasi. Karena konflik semacam ini akan melibatkan beberapa peranan dari beberapa anggota organisasi yang tidak bisa tidak akan mempngaruhi proses pencapaian tujuan organisasi tersebut.

c. Konflik antar individu-individu dan kelompok-kelompok
Hal ini seringkali berhubungan dengan cara individu menghadapi tekanan-tekanan untuk mencapai konformitas, yang ditekankan kepada mereka oleh kelompok kerja mereka. Sebagai contoh dapat dikatakan bahwa seseorang individu dapat dihukum oleh kelompok kerjanya karena ia tidak dapat mencapai norma-norma produktivitas kelompok dimana ia berada.

d. Konflik antara kelompok dalam organisasi yang sama
Konflik ini merupakan tipe konflik yang banyak terjadi di dalam organisasi-organisasi. Konflik antar lini dan staf, pekerja dan pekerja - manajemen merupakan dua macam bidang konflik antar kelompok.

e. Konflik antara organisasi
Contoh seperti di bidang ekonomi dimana Amerika Serikat dan negara-negara lain dianggap sebagai bentuk konflik, dan konflik ini biasanya disebut dengan persaingan.Konflik ini berdasarkan pengalaman ternyata telah menyebabkan timbulnya pengembangan produk-produk baru, teknologi baru dan servis baru, harga lebih rendah dan pemanfaatan sumber daya secara lebih efisien.

2. Konflik Kepentingan
Menurut Wikipedia, konflik kepentingan adalah suatu keadaan sewaktu seseorang pada posisi yang memerlukan kepercayaan, seperti pengacara, politikus, eksekutif atau direktur suatu perusahaan, memiliki kepentingan profesional dan pribadi yang bersinggungan. Persinggungan kepentingan ini dapat menyulitkan orang tersebut untuk menjalankan tugasnya. Suatu konflik kepentingan dapat timbul bahkan jika hal tersebut tidak menimbulkan tindakan yang tidak etis atau tidak pantas. Suatu konflik kepentingan dapat mengurangi kepercayaan terhadap seseorang atau suatu profesi.
Konflik kepentingan menyebabkan benturan antara loyalitas profesional dan kepentingan lain yang akan mengurangi kredibilitas agen moral. Koflik biasanya muncul dari peran yang kita mainkan dalam suatu kelompok sosial. Konflik muncul sebagai tarikan antara keberpihakan pada nilai partikular dan kewajiban secara umum. Tidak seperti nilai kebenaran, pada konflik kepentingan tidak ada satu peraturan pun yang melarang hal-hal yang potensial memunculkan konflik kepentingan. Konsultan komunikasi, sebagai contoh, secara legal tidak dilarang untuk menangani klien dua pihak yang bertarung di pemilihan kepala daerah dalam waktu yang bersamaan. Namun secara etis, hal demikian akan memunculkan konflik kepentingan.
Maka dapat dikatakan bahwa membagi kesetiaan bukanlah bagian dari pembentukan nilai moral dasar. Para orang tua misalnya, melarang kita untuk berbohong atau mencuri. Namun mereka tidak pernah mengajarkan kepada kita soal konflik kepentingan. Padahal pada kenyataannya, konflik kepentingan akan mendorong kita untuk berbuat tidak jujur dan tidak adil. Seorang menteri yang menangani kasus kenaikan harga kedelai tentu akan mengalami konflik kepentingan jika pada saat yang sama ia adalah pemilik dari perusahaan pengimpor sembako. Begitu juga jurnalis yang melakukan investigasi korupsi akan menghadapi dilema kepentingan jika kemudian salah satu kroni atau keluarganya ternyata terlibat korupsi tersebut.
Beberapa organisasi profesi memang memiliki kebijakan tertentu untuk menghadapi konflik kepentingan seperti dengan melarang penerimaan perquisites [penghasilan tambahan] dan freebies [pemberian gratis] serta keterlibatan dalam organisasi politik. Kode etik profesi juga mewajibkan jurnalis untuk menghindari konflik kepentingan. Menurut Manajer Kode Etik Associated Press, jurnalis harus menghindari praktek-praktek yang menimbulkan konflik dengan kemampuan reporter untuk menghadirkan berita dengan fair dan tidak bias. Jeffrey Olen dalam buku Ethics in Journalism malah mengatakan bahwa adopsi media soal peraturan-peraturan untuk menghilangkan konflik kepentingan adalah bukan hanya untuk memaksimalkan jangkauan audiens, tapi jurnalis memang secara mendasar memiliki kewajiban moral untuk dapat dipercaya. Seorang kritikus musik yang menerima undangan menonton gratis suatu pertunjukan, bisa saja ia tetap objektif dalam menulis kritik musiknya, namun audiens yang mengetahui bahwa ia menerima undangan menonton konser gratis tetap akan memiliki keraguan ketika membaca kritik musik tersebut.
Salah satu problem utama dalam menghilangkan konflik kepentingan adalah keterlibatan struktur pada level tinggi. Ambil contoh pada media, konflik kepentingan justru muncul dari perusahaan besar yang notabene adalah pengiklan di media yang bersangkutan ketika perusahaan tersebut menjadi subjek media. Pada sisi lain, beberapa organisasi media malah dimiliki oleh perusahaan besar, seperti NBC yang dimiliki oleh General Electric. Dalam hal ini mungkinkah divisi pemberitaan akan gencar mengungkap skandal yang melibatkan GE? Mungin saja jawabannya iya, tapi tetap saja hal tersebut memunculkan konflik kepentingan.

3. Sumber Konflik Kepentingan
Jika kita ingin menghindari konflik, atau paling tidak menguranginya, maka kita harus mengetahui sumber koflik kepentingan. Banyak orang terjerat konflik loyalitas tanpa menyadari adanya pelanggaran nilai etis didalamnya. Padahal kehidupa ini penuh dengan jebakan dilema loyalitas, dan jikapun kita bisa mengetahui perangkap tersebut dalam banyak kasus kita tidak berdaya untuk menghindarinya.
Diantara sumber konflik kepentingan yang utama adalah:
a. Hubungan yang Menimbulkan Konflik [conflicting relationships]
Tentu sulit bagi seseorang untuk mengabdi pada dua tuan. Inilah yang terjadi bila kita memiliki dua hubungan yang sama-sama memerlukan loyalitas serupa. Independensi kita akan menjadi terbatas. Agen iklan atau praktisi PR misalnya, tugas utamanya adalah terhadap klien. Namun jika terjadi konflik kepentingan maka pelayanan kepada klien tersebut menjadi terbatas. Contohnya adalah ketika perusahaan PR menangani klien dari perusahaan perminyakan, namun pada saat yang sama ia juga memiliki klien dari organisasi pelestarian lingkungan. Tentu hal ini akan menimbulkan konflik kepentingan.

b. Pemberian dan Hadiah [gifts and perks]
Praktisi komunikasi bertanggung jawab terhadap audiensnya, dan jika ia menerima hadiah, cenderamata dan pemberian lain yang mengandung kepentingan tersembunyi [vested interests] maka hal tersebut akan memunculkan keraguan terhadap obyektivitas praktisi komunikasi tersebut. Walaupun pemberian gratis tersebut berupa hal-hal yang ringan seperti makan siang gratis, namun jika dilakukan terus-menerus maka hal tersebut akan mengikis independensi profesi. Di mana publik, munculnya sumber konflik sama berbahaya dibanding konflik itu sendiri.
Wacana "pengharaman" menerima hadiah memang terjadi belakangan ini. Sebelumnya, penerimaan hadiah bukanlah sesuatu yang diharamkan. Namun seiring dengan perubahan zaman, hal tersebut kemudian menjadi norma etis yang baru. Banyak organisasi profesi telah membuat kode etik yang ketat terkati penerimaan hadiah dari pihak lain.  Dalam hal ini malah banyak organisasi wartawan yang menyamaratakan antara pemberian [gift] dengan sogokan [bribe]. Keduanya, dengan sopan namun tegas, harus ditolak demi independesi dan pertimbangan etis.
Seorang purist [orang yang mempertahankan kemurnian prinsip] bahkan akan menolak pemberian secangkir kopi dari klien. Namun demikian, pemberian yang paling sulit untuk ditolak, dan karenanya menjadi sorotan dalam kacamata etis, adalah perjalanan gratis, seperti produser film atau musik yang melakukan tour ke sejumlah daerah untuk promosi film atau musik mereka. Produser lalu menyediakan perjalanan gratis bagi wartawan, kritikus film, pejabat PR, dan praktisi komunikasi lainnya untuk mengikuti tour tersebut.

c. Checkbook Juornalism
Checkbook juornalism terjadi ketika media membayar narasumber, sehingga media yang bersangkutan akan memperoleh hak eksklusif untuk menampilkan narasumber tersebut. Checkbook juornalism menjadi sorotan etis karena terjadi pertentangan konflik, sebagai akibat adanya kendali dari pihak tertentu [narasumber] dalam tampilan pesan. Kasus yang menonjok dalam sejarah adalah ketika CBS membayar Haldeman, pegawai senior mantan presiden Richard Nixon, yang pada tahun 1975 dibayar sebesar US$100.000 untuk untuk membeberkan skandal Watergate. Sembilan tahun kemudian CBS bahkan membayar rekaman wawancara dengan Nixon yang berdurasi 90 menit seharga US$500.000.
Persaingan komunikasi dengan mengandalkan faktor finansial tentu bukanlah persaingan yang sehat dan fair. Sebaliknya, persaingan yang sehat dan fair justru menekankan pada aspek kualitas, akurasi, kecepatan dan coverage.


d. Hubungan personal
Faktor berikutnya yang sangat berpotensi memunculkan konflik kepentingan namun sangat sulit dihindari adalah hubungan personal. Bagaimanapun praktisi komunikasi adalah juga manusia yang niscaya mengembangkan hubungan sosial, tak terkecuali dengan klien. Maka akan sulit jika kemudian ia harus mengkomunikasikan pesan yang bersinggungan dengan seseorang yang memiliki hubungan personal. Maka dalam konteks ini bisa dipahami jika ada sejumlah praktisi komunikasi yang memilih untuk menghindar dari kedekatan personal. Maka dalam konteks ini bisa dipahami, misalnya, bahwa sejumlah organisasi/perusahaan menerapkan larangan adanya kedekatan famili diantara karyawannya.

e. Partisipasi publik
Dilema konflik kepentingan juga muncul dari kenyataan bahwa praktisi komunikasi juga bagian dari publik secara umum. Dengan demikian ada interaksi antara dirinya dengan masyarakat dimana ia berada.

4. Pendekatan terhadap Konflik Kepentingan
Sejatinya tidak ada solusi yang tuntas bagi penyelesaian konflik kepentingan. Namun demikian Louis Alvin Day [1996: 162] menyodorkan tiga pendekatan untuk mengatasi konflik kepentingan, yakni:
·            Penetapan tujuan sedemikian rupa sehingga konflik kepentingan bisa dicegah. Konflik mesti dicegah dengan menjadikan tugas [duty based] sebagai koridor tingkah laku praktisi komunikasi.
·            Jika konflik tidak dapat diantisipasi, setiap upaya harus dikerahkan untuk mengatasi konflik. Misalnya suatu koran melakukan investigasi kasus korupsi yang melibatkan pemilik saham. Maka harus dipertimbangkan betul sejauh mana investigasi dijalankan dan sejauh mana hasil investigasi ditulis dalam koran. Hal ini dimaksudkan agar potensi konflik kepentingan tidak kemudian berkembang menjadi konflik sesungguhnya.
·            Jika konflik kepentingan tidak bisa dicegah, maka publik atau klien harus mengetahui akan adanya konflik tersebut.  Konsultan PR yang menangani kilen dua organisasi yang berseberangan misalnya, harus memberi tahu kepada kedua klien tersebut tentang adanya konflik kepentingan dimaksud. Dengan demikian akan dicari langkah-langkah produksi pesan yang menguntungkan kedua klien tersebut. Prinsip ini juga merupakan penerapan dari prinsip golden mean yang dikemukakan oleh Aristoteles.

B. Budaya Popular
Disebut juga Pop culture, budaya populer adalah budaya yang berkembang mengikuti perubahan zaman yang perkembangannya lebih banyak ditentukan industri komunikasi seperti film, tv, media berita dan industri iklan.
Budaya popular berkembang mengikuti perubahan zaman yang perkembangannya lebih banyak ditentukan industri komunikasi seperti film, televisi, media berita dan industri iklan.
Isi yang biasa diproduksi dan didiseminasikan oleh media massa adalah budaya massa. Hanya masalahnya sering makna budaya massa dipahami sebagai suatu yang “murahan”. Meskipun sebetulnya istilah budaya massa harus dipahami sebagai sesuatu yang baik, karena merujuk sebuah proses pluralisme dan demokrasi yang kental. Budaya massa adalah hasil budaya yang dibuat secara massif demi kepentingan pasar. Budaya massa lebih bersifat massal, terstandarisasi dalam sistem pasar yang anonim, praktis, heterogen, lebih mengabdi pada kepentingan pemuasan selera “dangkal”. Secara evaluatif dapat dikatakan bahwa budaya massa adalah simbol kedaulatan kultural dari orang-orang yang tidak terdidik.
Budaya popular selalu berubah mengikuti ruang dan waktu. Hal ini dikarenakan ideologi budaya popular memang komersialisasi dan komodifikasi. Komersialisasi mengacu pada asumsi bahwa praktik komunikasi ditujukan bagi akumulasi finansial. Praktik komunikasi tidak lagi berorientasi pada tanggung jawab sosial, tapi melulu pertimbangan komersialitas. Sedangkan komodifikasi mengacu pada pengemasan wacana, realitas maupun norma yang ada dalam masyarakat sedemikian rupa sehingga tampil lebih komersil. Kepornoan misalnya, sebagai norma masyarakat yang ditabukan justru ditampilkan oleh budaya popular sedemikian rupa sehingga menjadi tidak tabu lagi, malah menjadi komoditas yang dikonsumsi secara regular.
Berbeda dengan budaya massa, budaya tinggi mempunyai sistem nilai dan evaluasi yang berbeda. Budaya tinggi lebih dilihat sebagai hasil produksi elite, terkontrol, secara estetis ternilai dan mempunyai standar yang ketat - tidak tergantung pad konsumen produk mereka.
Dari perbedaan definisi budaya massa dan budaya tinggi, kita dapat melihat bahwa secara sosial manusia membagi hasil produk kulturnya dalam konteks kultur yang berbeda pula. Ini berarti ada hubungan tak terelakkan bahwa kultur, konteks sosial dan media massa sebagai media penyebaran nilai sosial serta budaya.




















                            
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Novel Ali [dalam harian Suara Merdeka, 7 Januari 2007] mengatakan bahwa komunikasi itu kepentingan. Tiap orang yang berkomunikasi, punya kepentingan. Karena komunikasi identik dengan kepentingan, atau karena setiap sistem dan proses komunikasi mengisyaratkan kepentingan, maka (di balik) komunikasi cenderung selalu terbuka konflik kepentingan.
Tidak sedikit pakar yang berkeyakinan terdapatnya ''ideologi'' sebagai landasan komunikasi. ''Ideologi'' komunikasi punya bermacam performance, baik kemudian yang disebut kebenaran, kejujuran, keadilan, keaslian, obyektivitas, faktual, dan aktual, maupun yang dikenal sebagai kebohongan, kemunafikan, ketidakadilan, kepalsuan, subyektivitas, serta fakta semu.
Budaya Populer disebut juga Pop culture, budaya populer adalah budaya yang berkembang mengikuti perubahan zaman yang perkembangannya lebih banyak ditentukan industri komunikasi seperti film, tv, media berita dan industri iklan.
Budaya popular berkembang mengikuti perubahan zaman yang perkembangannya lebih banyak ditentukan industri komunikasi seperti film, televisi, media berita dan industri iklan.

3.2 Saran-saran
Dalam penulisan makalah ini penulis berkeinginan memberikan saran kepada pembaca dalam pembuatan makalah ini penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan –  kekurangan baik dari bentuk maupun isinya
- Penulis menyarankan kepada pembaca agar ikut peduli dalam mengetahui sejauh mana pembaca mempelajari tentang konflik kepentingan dan budaya popular.
-Semoga dengan penulisan makalah ini para pembaca dapat menambah cakrawala ilmu pengetahuan.

 
;